Senin, 19 Desember 2016
Nama : Nurul
Septia
Kelas: 4EA02
NPM : 16213739
ETIKA
BISNIS
A.
Karakteristik
budaya organisasi
Budaya organisasi adalah
sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh
para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi
lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi
oleh organisasi.
Robbins (2007), memberikan 7
karakteristik budaya sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil
resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif
dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail yaitu
sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian
pada hal-hal detil.
3. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh
mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang
digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Berorientasi kepada manusia yaitu
sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil
tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
5. Berorientasi pada tim yaitu sejauh
mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
6. Agresivitas yaitu sejauh mana orang
bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7. Stabilitas yaitu sejauh mana
kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam
perbandingannya dengan pertumbuhan.
Sedangkan Schneider dalam (Pearse
dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar:
1. Control culture. Budaya impersonal nyata yang
memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara
analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
2. Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan
individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven,
organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.
3. Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan
pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif,
pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang yang termasuk
dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
4. Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada
kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi.
Berikut ini merupakan 10
karakteristik dari Budaya Organisasi :
1. Inisiatif individual
Definisi inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab
(responsibility), kebebasan (freedom) atau independensi (independent) yang
dimiliki setiap individu dalam berpendapat. Kelompok khususnya pimpinan
sebaiknya menghargai dan memang perlu dihargai inisiatif individu dalam suatu
organisasi selama ide dan inisiatif tersebut berguna dalam memajukan dan
mengembangkan organisasi atau perusahaan.
2. Toleransi Terhadap Tindakan Berisiko
Setiap pegawai dan anggota atau kader perlu ditekankan
tentang batas batas dalam bertindak agresif, inovatif dan mengambil risiko.
Sebuah budaya organisasi yang baik adalah sebuah budaya yang memberikan
toleransi terhadap anggota atau para pegawai dalam bertindak inovatif dan
agresif dalam mengembangkan dan memajukan organisasi atau perusahaan serta
mendorong untuk berani dalam mengambil risiko terhadap apa yang akan dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu
organisasi/perusahaan dapat membuat dengan jelas sasaran dan harapan yang
diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut haruslah secara jelas tercantum visi,
misi dan tujuan organisasi (pengertian visi misi). Keadaan yang seperti ini
akan memberikan pengaruh terhadap kinerja organisasi / perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi dalam budaya organisasi adalah kemampuan suatu
organisasi atau perusahaan dalam memberikan dorongan terhadap unit unit atau
satuan dalam organisasi atau perusahaan untuk bekerja dengan terpimpin atau
terkoordinasi. Melalui kerja yang kompak dan terkoordinasi dengan baik dapat
mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan oleh sebuah
organisasi atau perusahaan.
5. Dukungan manajamen
Dukungan manajemen dalam budaya organisasi adalah tentang
kemampuan tingkat manajer dalam sebuah organisasi atau perusahaan dalam
berkomunikasi (baca pengertian komunikasi) kepada karyawan. Komunikasi tersebut
harusnya dalam bentuk dukungan, arahan ataupun kritisi (membangun) kepada
bawahan. Dengan adanya dukungan manajemen yang komunikatif, sebuah perusahaan
atau organisasi dapat berjalan dengan mulus.
6. Kontrol
Kontrol dalam budaya organisasi sangat penting. Kontrol yang
dimaksud adalah peraturan atau norma yang digunakan dalam suatu organisasi atau
perusahaan. Oleh karena itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas
(atasan langsung) yang berfungsi sebagai pengawas dan pengendali perilaku
pegawai dan karyawan dalam suatu organisasi.
7. Identitas
Identitas dalam budaya organisasi adalah kemampuan seluruh
karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan dalam mengidentifikasikan
dirinya sebagai suatu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok
kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.
8. Sistem Imbalan
Sistem imbalan dapat memberikan boost atau dorongan terhadap
prestasi kerja dan memberikan peningkatan dalam perilaku inovatif dan kerja
maksimal sesuai keahlian dan kemampuan yang dimiliki karyawan atau anggota
dalam organisasi.
9. Toleransi terhadap Publik
Dalam budaya organisasi, perbedaan pendapat yang memunculkan
konflik sering terjadi dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Hal inilah yang
harus dilakukan sebagai upper manajement untuk mengarahkan konflik yang
terbangun untuk melakukan perbaikan serta perubahan strategi untuk mencapai
tujuan organisasi. Toleransi terhadap konflik harus dimediasi oleh pimpinan
atau karyawan superior sehingga terjadi kritis membangun dan tidak saling
menyerang.
10. Pola komunikasi
Pola komunikasi dalam perusahaan atau organisasi sering
dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Akan tetapi, pola yang terlalu
ketat akan menghambat perkembangan organisasi karena tidakadanya hubungan
emosional yang kental terhadap bawahan dan atasan dalam organisasi. Ada lima pola
kinerja komunikasi yaitu personal, passion, sosial, organizational politics,
dan enkulturasi.
B.
Fungsi
Budaya Organisasi
Budaya
organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah
sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Budaya memiliki sejumlah fungsi
dalam organisasi :
1. Batas
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya
menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya
dengan organisasi lainnya.
2. Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
3. Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang
lebih besar daripada kepentingan individu.
4. Stabilitas
Budaya
meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang
membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa
yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
5. Pembentuk sikap dan perilaku
Budaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal
(sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku
karyawan. Fungsi terakhir inilah yang paling menarik.
Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya
mendefinisikan aturan main: “Dalam definisinya, bersifat samar, tanmaujud,
implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap organisasi mengembangkan sekmpulan
inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan aturan-aturan implisit yang mengatur
perilaku sehari-hari di tempat kerja.
C.
Pedoman
Tingkah Laku
Pedoman
perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam
melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua
karyawan perusahaan.
D.
Apresiasi
Budaya
Apresiasi
Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh penghargaan
dan penilaian terhadap hasil budaya kegiatan menggauli hasil budaya
dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.
Apresiasi
kebudayaan adalah penghargaan dan pemahaman atas budaya (Natawidjaja, 1980),
kegiatan menggauli (kebudayaan) dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik (terhadap kebudayaan) (Effendi, 1974), pendek kata, penghargaan (terhadap
kebudayaan) yang didasarkan pada pemahaman (Sudjiman, 1984).
Tujuan
apresiasi adalah menumbuhkan kepekaan dan keterbukaan terhadap masalah
kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah
tersebut serta menyadarkan kita terhadap nilai-nilai yang lebih hidup dalam
masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai - nilai lain yang hidup
dalam masyarakat.
Jadi
Apresiasi Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh
penghargaan dan penilaian terhadap hasil budaya dan kegiatan menggauli hasil budaya
dengan sungguh - sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.
E.
Hubungan
Etika dan Budaya
Salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja karyawan adalah budaya organisasi. Budaya organisasi
merupakan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi, di mana
nilai-nilai tersebut digunakan untuk mengarahkan perilaku anggota-anggota
organisasi (Soedjono, 2005). Perilaku karyawan tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan tempat mereka bekerja yang dibentuk melalui budaya organisasi, di
mana keberadaan budaya dalam suatu organisasi diharapkan akan meningkatkan
kinerja karyawan. Selain berpengaruh terhadap kinerja karyawan, budaya
organisasi juga memiliki keterkaitan yang erat dengan kepuasan kerja. Kepuasan
kerja dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaannya (Handoko,
1998, dalam Widodo, 2006).
Robbins dan Judge (2008) mengartikan
budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para
anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Menurut
Robbins dan Judge (2008) budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama
dari para anggota organisasi. Oleh karena itu, diharapkan bahwa individu -
individu yang memiliki latar belakang berbeda atau berada pada tingkatan yang
tidak sama dalam organisasidapat memahami budaya organisasi dengan pengertian
yang serupa.Hofstede (1986, dalam Koesmono, 2005) menyatakan bahwa budaya
merupakan berbagai interaksi dari ciri-ciri kebiasaan yang mempengaruhi
kelompok-kelompok orang dalam lingkungannya. Agar budaya organisasi dapat
berfungsi secara optimal, maka budaya organisasi harus diciptakan,
dipertahankan, dan diperkuat serta diperkenalkan kepada karyawan melalui proses
sosialisasi (Nurtjahjani dan Masreviastuti, 2007). Melalui sosialisasi ini,
karyawan diperkenalkan tentang tujuan, strategi, nilai-nilai, dan standar
perilaku organisasi serta informasi yang berkaitan dengan pekerjaan.
Hubungan
antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan
cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran
moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita
menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara
pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika
erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik
atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu
premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles
derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap
kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan
suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
Etika perusahaan menyangkut hubungan
:
1.
Perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan
lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat).
2.
Etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawan.
3.
Etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Faktor utama yang dapat menciptakan
iklim etika dalam perusahaan :
1. Terciptanya budaya perusahaan secara
baik.
2. Terbangunnya suatu kondisi
organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based- organization).
3. Terbentuknya manajemen hubungan
antar pegawai (employee relationship management).
Iklim etika dalam perusahaan
dipengaruhi oleh adanya interaksi beberapa faktor :
1. Faktor kepentingan diri sendiri
2. Keuntungan perusahaan
3. Pelaksanaan efisiensi
4. Kepentingan kelompok
F.
Pengaruh
Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan
yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya,
keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun
kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh
terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang
terinternalisasi dalam budaya perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan
perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan
kinerja karyawan. Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dari
tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat
mengerti dan pekau terhadap
adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang
sangat berarti terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika
mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
Perilaku
etis dapat menimbulkan saling percaya antara perusahaan dengan stakeholder.
Perilaku etis dapat mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak
oportunis, serta tumbuhnya saling percaya. Budaya perusahaan memberi kontribusi
signifikan terhadap pembentukan perilaku etis. Budaya dapat mendorong
terciptanya perilaku etis atau sebaliknya dapat mendorong terciptanya perilaku
tidak etis. Berikut adalah Faktor yang menyebabkan terciptanya
iklim etika dalam perusahaan:
·
Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
·
Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling
percaya.
·
Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai.
G.
Kendala
Mewujudkan Kinerja Bisnis
Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top management yang
secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku
perusahaan yang etis biasanya banyak bergantung pada kinerja top management,
karena kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah.
Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan
bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta
bekerja mencari untung. Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor. Pandangan tersebut
memperlihatkan bahwa masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang
profesi bisnis.
Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan
oleh penguasa sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai
moral. Hal ini dapat terlihat dalam bentuk KKN.
Pencapaian tujuan etika bisnis di
Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala.
Keraf`(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis
pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang
lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan
campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami
konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul
karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara
peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik
antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh
sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan
kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa
jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang
belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya
sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi
membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak
yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi
ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan
peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis
bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di
pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis
menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis
dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)