Senin, 19 Desember 2016
review Jenis Pasar, Latar Belakang Monopoli, dan Etika dalam Pasar Kompetitif
Diposting oleh Unknown di 18.36
Nama : Nurul
Septia
Kelas : 4EA02
NPM :16213739
Jenis
Pasar, Latar Belakang Monopoli, dan Etika dalam Pasar Kompetitif
1.
Pengertian dari Pasar
Persaingan Sempurna (Pasar Kompetitif), Pasar Monopoli dan Pasar Oligopoli
a.
Pasar Persaingan Sempurna
(Pasar Kompetitif)
Pasar ini adalah pasar dengan jumlah
penjual dan pembeli yang sangat banyak di banding dengan jenis pasar
lainnya.Barang dan jasa yang di jual di pasar ini bersifat homogen dan tidak
dapat dibedakan, semua produk terlihat identic.Dalam pasar ini harga terbentuk
melalui mekanisme pasar dan hasil interaksi antara penawaran dan permintaan,
sehingga penjual dan pembeli di pasar ini tidak dapat memengaruhi harga, oleh
karena itu promosi dengan iklan tidak akan memberikan pengaruh terhadap
penjualan produk.
Contoh
pasar persaingan sempurna (pasar kompetitif) : Pasar barang – barang atau
komoditi makanan pokok, seperti Pasar beras.
b.
Pasar Monopoli
Pasar ini adalah pasar yang hanya terdapat
satu kekuatan atau satu penjual atau satu perusahaan yang menguasai seluruh
penawarannya. Pada pasar ini tidak ada pihak lain yang menjadi pesaingnya,
sehingga menjadi pure monopoly atau monopoli murni. Perusahaan yang monopoli
menghasilkan produk yang tidak di produksi oleh perusahaan lain dan tidak ada
pengganti yang mirip.
·
Contoh pasar monopoli :
Perusahaan – perusahaan Negara, seperti PLN.
c.
Pasar Oligopoli
Pasar ini adalah pasar yang dimana
penawaran satu jenis produk di kuasai oleh beberapa perusahaan. Biasanya jumlah
perusahaan lebih dari dua, akan tetapi kurang dari sepuluh. Produk yang di
hasilkan oleh perusahaan bersifat homogeny, serta tidak di bedakan dengan
perusahaan yang lain. Di pasar perusahaan atau produsen dapat bersaing secara
langsung, tapi dapat pula melakukan merger (penggabungan).
·
Contoh pasar oligopoly :
Industri sepeda motor, seperti Yamaha, Honda, Suzuki dan Kawasaki.
·
Contoh perusahaan hasil
merger : Bank Mandiri Tbk, PT, hasil penggabungan dari Bank Bumi Daya, PT, Bank
Dagang Negara, PT, Bank Ekspor Impor Negara, PT dan Bank Pembangunan Indonesia.
2.
Kondisi Pasar Monopoli
dari Segi Etika Bisnis
Monopoli adalah suatu
situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang
menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip
dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang
industri atau bisnis tertentu. Perlu kita bedakan anatara 2 macam monopoli:
·
Monopoli Alamiah
Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam
pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiahkarena kondisi objektif yang
dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam
pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain.
·
Monopoli Artifisial
Monopoli ini lahir karena persengkongkolan atau
kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi
kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena
pertimbangan rasional maupun irasional.
3.
Kondisi Pasar Persaingan
Sempurna (Pasar Kompetitif) dari Segi Etika Bisnis
Dalam pendekatan pasar terhadap
perlindungan konsumen, keamanan konsumen di lihat sebagai produk yang paling
efisien bila di sediakan melalui mekanisme pasar bebas, di mana penjual
memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen.
Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi
kepentingannya atau pun produsen yang melindungi kepentingan konsumen, sejumlah
teori berbeda tentang tugas etis produsen telah di kembangkan, masing –masing
menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen kepada dirinya
sendiri dengan kewajiban produsen kepada konsumen, meliputi pandangan kontrak,
pandangan “due care” dan pandangan biaya sosial, berikut adalah penjelasannya :
1.
Pandangan Kontrak
Kewajiban Produsen Terhadap Konsumen
Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada
konsumen di dasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian
bebas yang mewajibkan pihak – pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan.
Teori ini memeberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral
utama : pertama kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, kedua
kewajiban untuk memahami sifat produk, ketiga menghindari misrepresentasi,
keempat menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh. Dengan begitu, maka
perusahaan tersebut berarti menghormati hak konsumen untuk di perlakukan
sebagai individu yang bebas dan sederajat.
2.
Teori Due Care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban
perusahaan terhadap konsumen di dasarkan pada gagasan bahwa pembeli atau
konsumen tidak saling sejajar, dan bahwa kepentingan – kepentingan konsumen
sangat rentan terhadap tujuan – tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki
pengetahuan dan keahlian yang tidak di miliki konsumen. Pandangan due care ini
juga menyatakan bahwa konsumen harus bergantung pada keahlian produsen, maka produsen
tidak hanya berkewajiban untuk memberikan produk yang sesuai klaim yang di
buatnya, tetapi juga wajib berhati – hati untuk mencegah agar orang lain tidak
terluka oleh produk tersebut, sekalipun perusahaan secara eksplisit menolak
pertanggungjawaban ini bila mereka gagal memberikan perhatian yang seharusnya
bisa di lakukan dan perlu di lakukan untuk mencegah agar orang lain tidak di
rugikan oleh penggunaan suatu produk.
3.
Pandangan Teori Biaya
Sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen
bertanggungjawab atas semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang
dialami konsumen dalam memakai produk tersebut.Teori ini merupakan versi yang
paling ekstrim dari semboyan “caveat vanditor” (hendaknya si penjual berhati –
hati).Walaupun teori ini menguntungkan konsumen, rupanya sulit
mempertahankannya juga. Kritik yang dapat di ungkapkannya sebagai berikut,
pertama teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap orang
bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak di ketahui atau tidak bisa di
hindarkan, kedua membawa kerugian ekonomis, bila teori ini di praktekan maka
produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap kerugian dan baiaya
asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi oleh
banyak perusahaan.
4.
Etika Iklan
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai
aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan
kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan
ekonomi secara positif terhadap ideaidea, institusi-institusi tau
pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut
Pengertian etika menurut PPPI (Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia) adalah sekumpulan norma/asas/sistem perilaku yang dibuat
oleh sekelompok tertentu yang harus dibuat oleh sekelompok tertentu yang harus
ditaati oleh individu/kelompok individu yang menjadi anggotanya atas dasar
moralitas baik buruk atau benar salah untuk hal/aktivitas/budaya
tertentu. Periklanan adalah proses pembuatan dan penyampaian pesan yang
dibayar dan disampaikan melalui sarana media massa yang bertujuan menunjuk
konsumen untuk melakukan tindakan membeli/mengubah perilakunya.
Etika memiliki beberapa
sifat dasar yang berlaku universal, yaitu :
1. Punya nilai
moral (baik buruk, benar salah)
2. Punya nilai
sosial (melindungi kepentingan orang yang lebih banyak)
3. Bersifat
relatif (sesuatu yang dianggap baik/benar pada kelompok/era tertentu belum
tentu baik/benar pada kelompok/era lainnya)
4. Buatan
manusia (dibuat karena suatu kebutuhan untuk mengatur perilaku sesama demi
kepentingan masyarakat banyak)
5. Melestarikan
tujuan bersama (kelanggengan eksistensi kebersamaan untuk mencapai tujuan
kelompok)
Ciri
– ciri iklan yang baik, antara lain :
a. Etis
: berkaitan dengan kepantasan.
b. Estetis
: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiens, kapan harus
ditayangkan).
c. Artistik
: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak
Fungsi
Periklanan
Periklanan mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi
informatif dan fungsi persuasif.Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang
semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif.Iklan
tentang produk baru biasanya mempunyai informasi yang kuat.Misalnya tentang
tempat pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan
iklan tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsur persuasif
yang lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah (Bertens,
2000 : 265)
Prinsip
moral dalam periklanan
Terdapat paling kurang 2 prinsip moral, sehubungan dengan
penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga prinsip itu adalah :
(1)
Prinsip Kejujuran
Prinsip
kejujuran berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali
dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru.Maka yang ditekankan disini adalah bahwa isi iklan
yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya
dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai
konsekuensi logis adalah upaya manipulasi dengan motif apapun juga
(2)
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa
iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin
ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutan imperatif (imperative
requirement).
Iklan
semestinya menghormati hak dan tanggungjawab setiap orang dalam memilih secara
bertanggungjawab barang dan jasa yang ia butuhkan, ini berhubungan dengan
dimensi jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa
tertentu menentukan status sosial dalam masyarakat, dan lain-lain
Hal-hal
yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam sebuah iklan
Dalam etika pariwara Indonesia juga dimuat tentang apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam mengiklankan sebuah produk yaitu:
1. Pemeran
iklan yang tertuang sebagai berikut
a. Anak-anak tidak boleh
digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak,
tanpa di dampingi orang dewasa.
b. Iklan tidak boleh
memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, menyesatkan atau
tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
c. Iklan tidak boleh
menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan
untuk anak-anak.
d. Iklan tidak boleh
menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak-anak
dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak-anak
mereka akan produk terkait.
2. Iklan tidak boleh
meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih digunakan oleh sesuatu iklan
produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
3. Iklan tidak boleh merendahkan
produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
4. Iklan tidak boleh
menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan
orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
5. Iklan tidak boleh
dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat
merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak.
Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting,
komposisi musik maupun eksekusi.Dalam pengertian eksekusi termasuk model,
kemasan, bentukmerek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan
gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain,
dan properti.
6. Pemakaian Kata
“Gratis”, Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh
dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain.
Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan
jelas.
Etika periklanan di Indonesia diatur dalam Etika
Pariwara Indonesia (EPI). EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya
melalui dua tatanan, antara lain :
1. Tata
Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada
masyarakat, yang bukan tentang unsur efektifitas, estetika, dan
seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi :
a) Tata krama isi
iklan
b) Tata krama ragam
iklan
c) Tata krama
pemeran iklan
d) Tata krama wahana
iklan
2. Tata
Cara (Code of Practise)
Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan
dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling
berhubungan. Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :
a. Jujur,
benar, dan bertanggungjawab.
b. Bersaing
secara sehat.
c. Melindungi
dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan,
serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Hukum
di Indonesia yang Mengatur sebuah Iklan
Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument
untuk mengatur hak-hak dan kewajiban subjek hukum agar masing-masing subjek
hukum dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara
wajar. Seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang, regulasi atau
peraturan yang mengatur adanya konten negative dalam sebuah iklan sebenarnya
telah diterbitkan, namun tetap saja seringkali dijumpai konten-konten negative
tersebut bermunculan dan tidak kunjung mendapatkan pengawasan dari pihak yang
berwewang.
Beberapa produk hukum yang seharusnya mengatur adanya
konten negative dalam iklan bisa ditemukan seperti :
1. Kode
Etik Periklanan Indonesia
2. Undang-Undang
Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi
3. P3SPS
Pasal 14 dan 16
4. Pasal
49 tentang Siaran Iklan.
Semua produk hukum diatas
telah menerbitkan regulasinya yang seharusnya ditaati dan dijalankan dengan
sebaik-baiknya. Kode etik periklanan telah memberi penjelasan dalam
beberapa pointnya tentang dilarangnya konten pornografi dalam sebuah
iklan. Ciri-ciri iklan yang baik menurut Etika Periklanan Indonesia adalah
etis, estetis, dan artistik. Etis berarti berkaitan dengan kepantasan,
estetis berarti berkaitan dengan kelayakan yang mencakup target pasar, target
penonton dan kapan harus ditayangkan sedangkan artistik berarti bernilai seni
sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Sebagai negara yang menganut budaya ketimuran dan
memegang adat sopan santun dalam segala sesuatunya (salah satu dalam kehidupan
sehari-hari yaitu cara berpakaian) seharusnya pembuat iklan atau pihak
advertasi memperhatikan sasaran konsumen yang akan dicapai oleh perusahaan
tersebut. Dimana konsumen mereka berada, bagaimana budayanya, dan
bagaimana kebiasaan dari sasaran konsumen mereka. Jika mereka membuat
iklan dengan sasaran konsumen untuk masyarakat Indonesia maka mereka juga harus
mengerti bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memegang adat sopan
santun dan bukan buadaya barat.
5.
Etika Produksi
Dalam proses produksi, subuah produsen
pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan
berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk
memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk
memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam
keselamataan konsumen.Padahal konsumen dan produsen bekerjasama.
Tanpa
konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharusnyalah produsen memeberi
perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang
atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan.Namun banyak produsen yang tidak
menjalankan hal ini.Produsen lebih mementingkan laba.Seperti banyaknya
kasus-kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam
memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi
pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka
butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka
butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
Etika
Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan
tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan dalam proses produksi atau
dalam proses penambahan nilai guna barang.
Tujuan
Produksi antara lain :
1.
Memperbanyak jumlah barang dan jasa
2.
Menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi
3.
Memenuhi kebutuhan sesuai dengan peradaban
4.
Mengganti barang-barang yang rusak atau habis
5.
Memenuhi pasar dalam negeri untuk perusahaan dan rumah tangga
6.
Memenuhi pasar internasional
7.Meningkatkan
kemakmuran
6.
Privasi atas Konsumen
Pengertian privasi konsumen
Claire
(2004) menerangkan bahwa privasi merupakan bentuk perlindungan
kepribadian.Penjelasan ini menerangkan bahwa privasi adalah suatu situasi
dimana seseorang diperbolehkan untuk menjaga informasi individu. Selain itu,
privasi diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengatur kelengkapan
informasi pribadi, yang mana informasi tersebut akan dibutuhkan dan digunakan
pihak lain (Ackerman dan Culnan, 2002).
Konsumen adalah orang yang
membeli suatu produk hanya untuk digunakan olehnya (pemakai akhir), bukan untuk
dijual kembali.
Hukum yang memuat tentang privasi konsumen
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik “Data
pribadi adalah data perorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga
kebenaran serta dilindungi kerahasiaan”.Perlindugan data pribadi merupakan hal
yang penting bagi konsumen itu sendiri dalam melakukan transaksi online sebab
data pribadi tersebut berhubungan dengan keamanan konsumen itu sendiri. Karena
posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum
Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta.).
7.
Multimedia Etika Bisnis
Etika
dalam berbisnis tidak dapat diabaikan, sehingga pelaku bisnis khususnya
multimedia, dalam hal ini perlu merumuskan kode etik yang harus disepakati oleh
stakeholder, termasuk di dalamnya stasiun TV, radio, penerbit buku, media masa,
internet provider, event organizer, advertising agency, dll.
Internet memungkinkan siapa sajabisa
mempublikasikan informasi dengan cepat dan instan dengan biaya kecil (zero
cost).Internet bersifat dinamis, interaktif, dan memungkinkan pertukaran
pikiran dan gagasan.Di ranah jurnalisme, internet melahirkan jurnalisme online
dan menawarkan saluran informasi baru berupa media online. Foust (2005)
mencatat beberapa kekuatan atau potensi jurnalisme online sebagai sumber
informasi utama bagi masyarakat, antara lain:
pertama, audience bias lebih leluasa
dalam memilih berita yang ingin didapatkannya (audience control).
Kedua,setiap berita yang disampaikan
dapat berdiri sendiri (nonlienarity).
Ketiga,berita tersimpan dan bisa
diakses kembali dengan mudah oleh masyarakat(storage and retrieval).
Keempat, jumlah berita yang disampaikan
menjadi jauh lebih lengkap(unlimited space).
Kelima,informasi dapat disampaikan
secara cepat dan langsung kepada masyarakat(immediacy).
Keenam,redaksi bisa menyertakan teks,
suara, gambar animasi, foto, video dan komponen lainnya di dalam berita yang
akan diterima oleh masyarakat (multimedia capability).
Ketujuh, memungkinkan adanya
interaksi(interactivity).
Kehadiran jurnalisme online telah
merevolusi pemberitaan dimana kecepatan menjadi faktor utama.Kini, berita bukan
lagi peristiwa yang ‘telah berlangsung’, tetapi peristiwa yang ‘sedang berlangsung’
yang disiarkan media.Jurnalisme online yang disiarkan melalui internet
menyajikan berita yang memungkinkan pengguna untuk meng-update berita dan
informasi secara cepat dan saling berhubungan.Karena itu, orang melihat
internetsebagai media yang ‘cepat’ dari pada yang ‘lebih detil’ menyajikan
informasi.
4.
Pandangan Kontrak
Kewajiban Produsen Terhadap Konsumen
Menurut pandangan ini, hubungan antara
perusahaan dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan
kewajiban moral perusahaan kepada konsumen adalah seperti yang di berikan dalam
hubungan kontraktual.Pandangan ini menyebutkan bahwa saat konsumen membeli
sebuah produk, konsumen secara suka rela menyetujui “kontrak penjualan” dengan
perusahaan.Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk memberikan
sebuah produk kepada konsumen dengan karakteristik tertentu dan konsumen juga
dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah uang kepada perusahaan untuk
produk tersebut.Karena telah sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak
perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai dengan karakteristik yang di
maksud.Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada konsumen di dasarkan pada
pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak –
pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memeberikan
gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama : pertama
kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, kedua kewajiban untuk
memahami sifat produk, ketiga menghindari misrepresentasi, keempat menghindari
penggunaan paksaan atau pengaruh. Dengan begitu, maka perusahaan tersebut
berarti menghormati hak konsumen untuk di perlakukan sebagai individu yang
bebas dan sederajat.
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)